Tokoh

Ja’far bin Muhammad
Jumat, 27 Juli 12

Nama dan Nasabnya

Beliau adalah Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib bin Abdi Manaf bin Syaibah. Ibu beliau bernama Farwah binti Al-Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr At-Taimi.

Kelahirannya

Beliau dilahirkan pada tahun 80H

Menuntut ilmu

Beliau menimba ilmu dan mendengar banyak hadits dari guru-gurunya, diantara guru-guru beliau tersebut adalah:

1. Bapaknya Abi Ja’far Al-Baqir
2. ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’
3. ‘Urwah bin Az-Zubair
4. ‘Atha bin Abi Rabah, dan riwayatnya ini tercantum di dalam riwayat Muslim.
5. Kakek beliau Al-Qoshim bin Muhammad
6. Nafi’ Al-‘Ammari
7. Muhammad bin Mungkadir
8. Az-Zuhri
9. Muslim bin Abi Maryam, dan selain mereka

Beliau tidak meriwayatkan hadits dengan jumlah yang banyak kecuali dari jalur bapak beliau. Ja’far bin Muhammad rahimahullah termasuk orang yang istimewa dan dihormati dikalangan ulama.

Keistimewaan beliau

Diantara keistimewaan beliau adalah:

Keluasan ilmu dan dalamnya pemahamannya

Al-Khail bin Ahmad berkata: Aku mendengar Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Aku datang ke Makkah, ketika itu aku bertemu dengan Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad, yang telah menjadikan padang pasir yang membentang sebagai tempat pemberhentian, akupun berkata kepadanya : “Wahai anak(keturunan) Rasul, kenapa engkau menjadikan tempat pemberhentian di belakang Harom (tempat Harom) dan bukan di Masy’aril Harom?”. Maka ia menjawab: “Al-Ka’bah adalah rumah Allah, dan Harom adalah jalan masuk (penunjuk jalan), dan pemberhentian adalah pintunya, ketika orang-orang menuju ke (Harom), maka mereka diberhentikan di pintunya dengan merendahkan diri, ketika mereka diizinkan untuk masuk maka mereka lebih merendahkan diri di pintu keduanya yaitu Muzdalifah, ketika Allah melihat kepada kerendahan diri dan kesungguhan mereka, maka Allah mengasihi mereka, dan ketika Ia mengasihi mereka, maka Ia memerintahkan mereka untuk mempersembahkan (menyembelih) kurban, dan ketika mereka telah mempersembahkan (menyembelih) kurban, dan membersihkan kotorannya kemudian mereka memberihkan (diri) dari dosa, yang mana dosa tersebut merupakan penghalang antara Allah dengan mereka, maka Allahpun memerintahkan untuk mengunjungi RumahNya dengan keadaan suci”.

Sufyan berkata: “Kenapa dibenci berpuasa pada hari-hari Tasyriq?”

Ja’far menjawab: “Karena mereka dalam kondisi sebagai tamu Allah, maka tidak wajib bagi tamu untuk berpuasa ketika sedang bertamu?”

Akupun (Sufyan) berkata: “Aku sebagai tebusanmu(kalimat ini merupakan kalimat yang digunakan orang arab sebagai penguat perkataan) kenapa manusia melengketkan (mencium dan memeluk) kain penutup Ka’bah, yang berlubang dan tidak dapat memberikan manfaat sedikitpun?”.

Ja’far menjawab: “Hal itu adalah seperti seorang yang dosa kepada orang lain, maka iapun mendekat (bergantung) dan mengelilinginya dengan harapan agar orang tersebut memberikan maaf terhadap kesalahannya”.

Imam Abu Hanifah ditanya tentang seseorang yang paling fakih (pandai dalam masalah fikih), maka ia menjawab: “Aku tidak melihat orang yang lebih fakih dari pada Ja’far bin Muhammad”.

Perkataan Abu Hanifah tersebut pada suatu kejadian, bahwa ketika (khalifah) Abu Ja’far Al-Manshur datang ke Al-Hirrah (nama sebuah tempat) ia mengutus kepada Abu Hanifah utusan dengan mengatakan: “Wahai Abu Hanifah, sesungguhnya manusia menjadi kagum kepada Ja’far bin Muhammad, maka siapkan (tuliskan) pertanyaan-pertanyaan dari perkara-perkara yang rumit yang engkau punya”, maka aku (Abu Hanifah) mempersiapkan empat puluh masalah, kemudian (berselang waktu) Abu Ja’far Al-Manshur mengutus utusan kepadaku, maka akupun mendatangi Al-Hirrah, kemudian aku menemui Abu Ja’far Al-Manshur, ketika itu Ja’far bin Muhammad berada di sisi kanannya, ketika aku melihat keduanya, maka aku merasa kewibawaan (yang ada pada diri) Ja’far bin Muhammad yang aku tidak dapati pada diri Abu Ja’far bin Al-Manshur, akupun memberikan salam, kemudian dipersilahkan bagiku untuk duduk, maka akupun duduk, setelah itu Ja’far bin Muhammad menoleh ke arahku, lalu Abu Ja’far Al-manshur berkata: “Wahai Abu Abdillah, engkau mengenalnya”.

Ja’far bin Muhammad menjawab: “Ya, ia Abu Hanifah”…….

Ja’far bin Manshur berkata: “Berikan pertanyaan-pertanyaanmu, kita tanyakan kepada Abu Abdillah”. Maka akupun mulai menanyainya, diapun berkata di dalam suatu masalah: “Kalian berkata pada masalah ini seperti ini dan itu, dan penduduk(Ulama) Madinah mengatakan seperti ini dan seperti ini, sedangkan kami mengatakan seperti ini dan seperti ini, bisa jadi dia mengikuti pendapat kami, dan bisa jadi dia mengikuti pendapat penduduk Madinah, bisa jadi dia menyelisihi pendapat kami semua, sampai engkau datang dengan empat puluh permasalahan, yang aku tidak menjawab satupun dari permasalahan-permasalahan tersebut”.

Kemudian Abu Hanifah berkata: “Bukankah kami telah meriwayatkan bahwa orang yang paling berilmu diantara manusia adalah orang yang lebih mengetahui tentang perselisihan mereka (ulama)”.

Perkataan hikmahnya

Ja’far bin Muhammad rahimahullah berkata: “Jauhilah oleh kalian perdebatan pada perkara agama, karena sesungguhnya ia menyibukan hati dan mewariskan kenifakan”.

Ja’far bin Muhammad rahimahullah berkata: “Tidaklah sempurna kebaikan kecuali dengan tiga hal: (1)menyegerakannya, (2)menganggap kecil perbuatan tersebut, (3) menutupi perbuatan (baik tersebut)”.

Ja’far bin Muhammad rahimahullah berkata: “Ahli fiqih adalah pembawa amanat para Rasul, jika kalian melihat para ahli fiqih cenderung (menjilat) kepada pemerintah, maka curigailah mereka”.

Perkataan ulama tentangnya

Tidak sedikit Ulama yang memberikan persaksian mereka terhadap Ja’far bin Muhammad, bahwa ia adalah orang terpercaya dan yang haditsnya diterima. Diantara perkataan ulama tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ishaq bin Rawahaihi berkata: “Aku berkata berkata kepada Asy-Syafi’i di dalam sebuah perbincangan: “Bagaimana munurutmu tentang Ja’far bin Muhammad”, Ia menjawab: “Ia terpercaya (tsiqah)”.

2. Diriwayatkan dari Yahya bin Ma’in (ia berkata): “Ja’far bin Muhammad terpercaya (tsiqah) dan yang aman (diambil riwayatnya)”.

3. Ibnu Abi Hatim berkata: “Aku mendengar Abu Zur’ah , ketika ia ditanya tentang Ja’far bin Muhammad, dari Bapaknya, dan Suhai dari Bapaknya, serta Al-‘Ala dari bapaknya, siapakah yang lebih shahih (benar) riwayatnya di antara mereka?”. Ia menjawab: “Jangan engkau banding-bandingkan Ja’far dengan mereka itu”.

4. Imam Adz-Dzahabi berkata: “Ja’far terpercaya dan dibenarkan”

Wafat beliau

Beliau wafat pada tahun 148H, pada saat itu beliau berumur enam puluh delapan tahun. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya dan membalas amal ibadahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>